Sunday, February 10, 2019

Revolusi Digital Pendidikan Tinggi

DUNIA sudah rasakan efeknya Revolusi Industri 1.0 yang diikuti dengan proses pertanian, lantas Revolusi Industri 2.0 dengan pemakaian ban berjalan serta 3.0 yang dicirikan dengan robot serta mekanisasi, jadi sekarang Revolusi Industri 4.0 sudah merubah dunia dengan skema kerja robotik serta internet of things (IOT)-nya.

Pemerintah Indonesia pasti mempunyai pekerjaan rumah besar sekali untuk mempersiapkan kualitas sdm (SDM) yang htangguh. Karena jangan pernah babak Revolusi Industri 4.0 ini tidak cuma jadikan Indonesia menjadi customer tehnologi semata-mata. Digitalisasi ini akan ikut merubah muka pendidikan tinggi di Indonesia.

Bila disaksikan dari angka keterlibatan kasar (APK) pendidikan tinggi Indonesia sekarang ini cuma 30%. Prosentase yang masih tetap kalah jauh dengan beberapa negara Asia. Bagaimana pemerintah menyiapkan semua perihal ini.

Baca juga : Biaya Kuliah POLINDRA

Tersebut cuplikan interviu spesial dengan Menteri Penelitian Tehnologi serta Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir.

Seperti apakah persiapan kita masuk masa revolusi Industri 4.0?

Jadi berikut, di masa disruptive innovation terutamanya masa industri 4.0 ada pergantian paradigma. Ada paradigma baru di mengurus satu kelembagaan terutamanya di Kementerian Penelitian Tehnologi serta Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Kita itu tidak diduga di masa 4.0, kita tidak tahu sejarahnya apakah. Kita mesti tahu sejarahnya dahulu. Bila bicara riwayat ini, jadi pada era 18 diketahui revolusi industri pertama. Saat sebelum revolusi Prancis muncul itu diketahui terdapatnya mesin uap. Ini untuk membuahkan produk yang diperlukan waktu itu, yakni berkaitan untuk kain serta tekstil.

Gerakan berikut yang merubah pergantian tehnologi waktu itu. Tetapi, gerakan selanjutnya di pengaruhi perubahan bila selalu menggunakan mesin uap untuk menggerakkan mesin nampaknya dari tahun ke tahun tidak sangat mungkin. Pada akhirnya muncul listrik. Sebab produksinya akan massal itu menggerakkan pergantian kembali, yakni pada step dua revolusi industri 2.0. Itu bermakna terdapatnya produk massal dihubungkan karenanya ada daya atau listrik itu. Ini yang berlangsung.

Berjalan ke era 18, 19, ke 20 pada akhirnya di era 20 juga mulai pergeseran masuk ke 2001 awal. Era 2001 awal itu ada pergeseran yang berarti, yakni muncul skema mekanisasi. Skema mekanisasi berikut yang berjalan, yaitu dari listrik yang dibuat untuk menggerakkan mesin serta laku dengan mekanisasi.

Pada akhirnya, muncul terdapatnya robot. Ini robot awal serta computer. Jadi, bagaimana mengoneksikan skema ini pada skema satu serta yang lain. Pabrik telah menggunakan mekanisasi. Ini gerakan jalan selalu. Dari mekanisasi ini nyatanya tidak cukuplah. Ini punya pengaruh pada seorang serta produk. Ini berjalan selalu, ke depan nya muncul revolusi industri 4.0 yang lebih diketahui dengan cyber physical sistem. Skema fisik tapi di siber. Barangnya tidak terlihat, teta pi berlangsung transaksi besar, yakni terdapatnya digital barusan.

Jadi, mekanisasi telah bertambah, skema robot juga yang lebih terintegrasi sebab cyber physical sistem barusan. Ini berlangsung dalam revolusi industri 4.0.

Lantas bagaimana efeknya ke pendidikan tinggi?

Karenanya ada skema digital ini nyatanya merubah skema pendidikan yang berada di Indonesia. Yang pengaruhi adalah dahulu jika kuliah itu face to face. Jika kita tidak dapat face to face, jadi tidak dapat kuliah. Jika mangkir 75%, jika kurang itu tidak dapat ujian. Perihal ini yang berlangsung pada saat lantas skema perkuliahan konvensional telah berjalan terus-terusan.

Mahasiswa juga dapat tahu bahan kuliah lewat internet hingga mahasiswa dapat jemu sebab bahan yang dikatakan telah mereka kenali awal mulanya. Perihal ini menggerakkan terdapatnya pergantian dengan digital. Kuliah pun mode digital. Bila digital mahasiswa juga aktif dapat lakukan kuliah walau tidak mesti tatap muka.

Bila ini masif, mereka dapat kuliah setiap waktu sesuai dengan tempat serta setiap saat. Saya jelaskan ini anytime, anywhere, anyplace. Dengan mode seperti ini kuliah face to face tidak di kelas. Tetapi, dapat di luar kelas, di kantor, atau juga bisa di dalam rumah. Malam hari juga dapat, karena waktu kuliah tidak dibatasi.

Dengan pergantian ini, semasing individu akan kuliah lewat cara berlainan tapi capaiannya sama sebab mereka dipandu dosen lewat cara yang sama. Jika ini dikerjakan selalu, kelak ruangan kuliah juga tidak membutuhkan tempat yang luas. Saat ini ruangan buka pendidikan tinggi itu ditata, yaitu mesti mempunyai tempat 10 hektare (ha). Saat ini telah dikurangi. Ruang cuma butuh satu lantai saja.

Universitas cuma butuh menyiapkan piranti server, artificial intelligent , dan monitor sebab perkuliahan dapat dikerjakan dimana-mana. Tehnologi ini akan berefek pada skema kerja pegawai ke depan. Jika sekarang ini jam kerja itu laku jam 8 pagi sampai jam 4 sore. Ke depan ini belumlah terpikirkan, akan tetapi akan berlangsung pergeseran jam kerja.

Kuliah digital akan merubah rasio dosen serta mahasiswa. Bila sekarang ini rasio di jurusan eksakta 1:20 serta sosial 1:30, jadi ke depan tidak akan hanya terbatas. Bisa jadi rasionya 1:1.000, tapi dengan kualitas lulusan yang sama.

Bagaimana dengan tersedianya akses serta sarana jaringan. Apa ini dapat dikerjakan sampai ke daerah terpencil?

Akses sekarang ini sangatlah gampang bahkan juga berbasiskan satelit. Saat ini pekerjaan pemerintah untuk pastikan bagaimana penduduk di semua Indonesia dapat nikmati semua sarana yang berada di daerah lainnya. Sebanding pada Jakarta serta Papua. Saya lihat koneksi internet di Papua telah baik. Kementerian Komunikasi serta Informatika (Kemenkominfo) menempatkan VSAT (very small aperture terminal) di semasing kabupaten. Kabelnya lewat Palapa Ring juga telah tersambung. Kabel bawah laut di Papua juga telah.

Revolusi industri 4.0 tidak hanya permasalahan kultur serta pola pikir itu ada segi lainnya tidak hanya aturan-aturan atau peraturan yang tidak cocok. Faktanya ketentuan ini ada, tapi telah tidak digunakan?

Ini ada contoh di Kemenristekdikti. Karenanya ada pergantian 4.0, dahulu untuk mengurus kenaikan jabatan dosen mesti kirim berkas. Saat saya jadi menteri itu di banding tingginya orang tambah tinggi tumpukan barangnya. Itu berlangsung benar. Kemampuan gedung itu kan hanya terbatas hingga ini bisa menjadi beban. Belumlah kelak dokumennya ada yang hilang. Saat ini saya kerjakan dengan digital, yakni online.

Dengan online saat ini beberapa dosen bisa rasakan enaknya. Ada satu perguruan tinggi di Jawa Tengah yang bila dokumennya mesti di kirim kan ke Kopertis memerlukan waktu dua-tiga jam. Biayanya pada Rp50.000 sampai Rp100.000. Belum juga capeknya.

Walau telah keluarkan cost nyatanya dokumennya pun belumlah dapat diolah serta ini memerlukan waktu sebulan, dua bulan, serta tiga bulan cuma di satu tempat ini saja. Saat ini dari tempat tinggalnya ia bisa langsung kirim dokumen kesini, lantas di-review serta di-share.

Jika telah penuh, langsung di kirim ke pusat, lantas dievaluasi serta akhirnya lang sung turun hingga ia tidak perlu hadir ke Jakarta. Saya bertanya seseorang profesor berapakah lama ia mengurus status guru besarnya. Ia menjawab 1,5 bulan serta tiada uang sebab ia tidak ke Jakarta. Ia tidak pernah ke Kemenristekdikti, tetapi ia telah profesor.

Dahulu itu hasilnya (jadi guru besar) dua tahun, tiga tahun, serta empat tahun. Saat ini cuma 1,5 bulan. Ini yang ingin saya rilis ialah langkah membangun pendidikan tinggi. Ini yang seringkali lama kan. Saya ingin dirubah serta nyatanya dapat.

Dahulu proses membangun program studi (prodi) menghabiskan waktu seputar tiga tahun serta sangat cepat dua tahun. Saya saat ini perbaiki seputar enam bulan sampai satu tahun. Tujuan saya ini dua minggu dapat tuntas. Reformasi ini mesti dapat dilaku kan. Bila ini dikerjakan, saya dapat mendesak orang bertemu orang. Karena bila orang berjumpa orang itu ujung-ujungnya permasalahan uang. Ini online semua. By sistem semua. Jadi dengan skema ini orang tidak butuh hadir kesini, tetapi masih dapat terlayani.

Apa ini termasuk juga untuk keperluan kekinian, yaitu karenanya ada jurusan-jurusan yang sesuaikan dengan keperluan hari esok?

Nah, program studi itu kan mesti ada nomenklatur. Tidak ada nomenklatur itu tidak dapat membangun program studi. Saat ini tidak perlu gunakan nomenklatur. Silahkan membuka program studi, asal ada usernya. Lulusannya kelak untuk dipakai siapa, yang terpenting itu. Contoh tempo hari ada yang ingin membuka program studi baru Optometri. Saya bertanya ajukan prodi ini telah berapakah lama. Ia menjawab telah lima tahun. Permasalahannya sebab tidak ada nomenklaturnya. Selalu ada yang ajukan juga masalah tehnologi pintar. Seperti koding, big data ini silahkan saja yang terpenting ada usernya. Jurusan kelapa sawit telah berada di Instiper Yogyakarta. Diluar itu, ada juga jurusan kopi serta cokelat hingga semua dapat kerjakan lebih luas.

Program studi kekinian sesuai dengan keperluan waktu saat ini mesti sesuaikan. Karenanya, ketentuan apakah yang mesti dikerjakan supaya fleksibilitasnya berjalan dengan baik, jadi nomenklatur kita cabut agar pengetahuan itu berkembang. Tidak terkotak kembali hingga pada satu pengetahuan serta yang lain akan blended. Perumpamaannya dahulu kita kenal tehnik elektro serta tehnik mesin. Lantas saat ini kita bicara industri itu pada mesin serta elektro saat ini jadi satu.

Lewat chip, mekatronik. Bahkan juga mobil elegan itu dikontrol dengan chip. Saat ini telah ada prodi mekatronik. Masalah logistic, suplai chain juga semua telah berjalan. Jadi, sebetulnya di Kemenristekdikti perkembangan di pengembangan begitu mengagumkan. Perihal yang begitu mengagetkan adalah publikasi. Itu jadi momok di perguruan tinggi.

Baca juga : Biaya Kuliah UNSIKA

Tahun 2014 jumlahnya publikasi kita 2.500. Sedang pada 2015 banyaknya 6.300. Sesaat Thailand telah di angka 9.500, Singapura 18.000, Malaysia 28.000, serta Indonesia cuma 6.200. Per November 2018, Malaysia telah 26.700, Indonesia di angka 24.800, Singapura di angka 19.000 serta Thailand 14.000. Kita telah mendekati Malaysia.

Keinginan saya, 2019 kelak kita diatas Malaysia. Karena kita miliki kekuatan, yaitu dosen kita banyak. Ukuran kita besar. Perkiraan kasar saya dapat di angka 37.500. Itu hitungan simpel bila berjalan baik. Sekitar 37.500 publikasi bila kita banding dengan Eropa masih tetap jauh. Akan tetapi, kita di Asia Tenggara telah diatas. Jumlahnya 37.500 publikasi itu sama dengan negara di Asia Barat. Penelitian itu ialah raw material untuk pengembangan. Apa pun sebaiknya pengembangan tidak mungkin bila tidak ada penelitian. Semakin tinggi penelitian pengembangan akan muncul.

Jadi Kemenristekdikti menginginkan pada penelitian, pengembangan, serta pelebaran prodi barusan akan makin menyambung?

Ya semoga.

Bermakna kelak indeks daya saing akan tinggi?

Keinginan saya daya saing saat ini itu kemampuan (ketrampilan) serta pengembangan. Kemampuan ini permasalahan lulusan pendidikan tinggi. Lulusan pendidikan tinggi ke depan tidak cukuplah cukup dengan ijazah. Akan tetapi, mesti dengan sertifikat kompetensi. Jika pengembangan dari penelitian. Tentu bila hal tersebut naik jadi daya saing itu akan naik.

Apa aplikasi sertifikat kompetensi telah jalan?

Telah jalan. Yang pertama, saya kerjakan di dosen politeknik. Jika dosennya saja tidak miliki sertifikat, ya bagaimana. Pada akhirnya, saya didik mereka mesti mendapatkan sertifikat kompetensi. Tahun 2018 ini kita kirim 800-an, 350 di universitas luar negeri serta 450 di negeri. Mahasiswa saat ini saya kirim ke luar negeri, kuliah di luar negeri saat dua tahun, pulangnya mesti mendapatkan ijazah serta mendapatkan sertifikat kompetensi.

Tempo hari muncul ide untuk menguber ketinggalan di bagian-bagian spesifik, salah satunya lebih baik profesor di luar negeri diminta kesini. Telah jalan programnya?

Ini kembali kami bangun, ada walau masih tetap kecil dengan nama World Class Profesor. Kami undang profesor luar negeri ke Indonesia. Ini telah jalan serta membuahkan publikasi internasional. Output-nya itu publikasi. Ke depan, saya ingin lulusan dari anak S1. Anak S1 dibanding kuliah keluar negeri untuk apakah. Mending yang luar negeri saya tarik ke Indonesia. Ini saya dengan Duta Besar (Dubes) Singapura telah berkomunikasi. Saya akan simpan di Batam bersama dengan ITB. Singapura bila bicara rangking dunia ada NUS (National University of Singapore) yang telah masuk 15 besar dunia. NTU (Nanyang Technological University) masuk 12.

Ini yang kami gandeng. Ke-2, saya bentuk KEK (lokasi ekonomi spesial) untuk pendidikan. Gagasannya di Tangerang sebab infrastrukturnya telah bagus. Cukuplah kuliah disana, karena mutunya sama dengan di luar negeri. Ini kami pun undang dengan Australia. Kelak kami coba undang semua. Mulai jalan 2019 kelak. Ini mempersiapkan perpresnya dahulu supaya bisa jalan.

Berapakah tujuan universitas yang dapat masuk?

Tujuan saya dua dahulu. Penting dapat menggerakkan internasionalisasi pendidikan tinggi Indonesia itu agar dapat berkompetisi dengan kualitas lebih baik.

No comments:

Post a Comment