Saturday, March 10, 2018

UGM Kritisi Kebijakan Pengendalian Harga Pangan

 Fakultas Peternakan (Fapet) Kampus Gadjah Mada (UGM) mengkritik kebijakan pemerintah dalam pengendalian harga pangan. Pemerintah disuruh untuk tingkatkan kesempatan usaha pangan halal yang diproyeksi makin besar di masa mendatang.

Hal tersebut disibakkan oleh Dekan Fakultas Peternakan Ali Agus dalam tayangan persnya, selesai Upacara Wisuda Program Sarjana Strata-1 Fakultas Peternakan UGM, di Universitas Fapet UGM, Yogyakarta, Rabu (17/05/2017).

 Baca juga: Biaya Kuliah UNS - Biaya UKT UNS 

“Kebijakan pemerintah berkaitan keterjangkauan harga pangan untuk mengatur laju inflasi, kelihatannya kurang bijaksana, ” kata dia.

Argumennya, sebut Ali, langkah pengendalian harga pangan itu dinilai akan turunkan nilai ganti petani serta peternak dan dalam periode panjang mengakibatkan meningkatnya kemiskinan petani/peternak.

Diluar itu, kata dia, banyak ekses yang muncul di dalam orang-orang dengan mengedarnya kwalitas pangan yang pantas diragukan, terlebih pangan serta bahan pangan import. Lebih jauh, untuk ketentraman hati customer, segi pangan halal serta thoyib harus juga jadi perhatian serius.

“Karena itu, negara serta pemerintah mesti ada mempersiapkan peta jalan serta bermacam kebijakan afirmatif supaya Indonesia bisa turut bermain sediakan pangan serta bahan pangan halal-thoyib di pasar global, ” tutur Ali.

Menurut Ali, kecukupan jumlah ketersediaan pangan serta bahan pangan, kwalitas pangan harus juga jadi perhatian. Sebab, kwalitas pangan juga akan memengaruhi kuliatas sumber daya manusia dalam soal kecerdasan serta kesehatan. Itu sebab, jalinan pangan sehat dengan kecerdasan serta kesehatan begitu erat.

“Oleh karenanya, kesadaran alur mengkonsumsi serta kebijakan negara mensupport ketersediaan pangan berkwalitas, mesti diperkembang. Maksudnya, supaya pemenuhan keperluan pangan adalah satu diantara tanda basic kesejahteraan rakyat, ” jelas Ali.

Dia menjelaskan, prasyarat perlu dalam usaha pemenuhan pangan yaitu penguasaan lahan mensupport peranan pertanian. Sayangnya, petani yang hidup di desa jadi sebagian besar atau lebih dari 60%, warga bangsa Indonesia hanya kuasai lahan sempit, yang makin lama makin sempit.

Mengakibatkan, lebih Ali, dengan terstruktur berlangsung marjinalisasi serta pemiskinan petani. Disisi beda, segelintir orang atau korporasi kuasai lahan beberapa ribu bahkan juga juta-an hektar di lokasi perkebunan, kehutanan, serta pertambangan.

“Upaya penguasaan lahan luas selalu diusahakan oleh grup kecil ini, jadi bila tidak dibatasi juga akan jadi makin melebarnya jurang pemisah pada yang kaya serta miskin, ” tutur Ali.

Dia memberikan, reforma agraria serta kepastian kepemilikan atau penguasaan lahan dengan rata serta adil untuk rakyat Indonesia harusnya jadi prioritas kebijakan negara dalam rencana wujudkan kesejahteraan sosial. Korporasi yang kuasai lahan sangat luas mesti dibatasi atau dikerjakan moratorium serta orang-orang yang terbatas kepemilikan lahan mesti diperluas akses sumber daya lahan.


Baca juga: Biaya Kuliah UNY - Biaya UKT UNY

“Intinya, kebijakan keringanan sistem sertifikasi lahan mesti selalu dilanjutkan. Optimalisasi pemakaian lahan serta air, untuk produksi pangan dalam negeri mesti memperoleh keberpihakan kebijakan negara, ” jelas Ali.

No comments:

Post a Comment